PERBEDAAN DUKUN DAN AHLI HIKMAH
- AHLI HIKMAH
- Dari beberapa tafsiran tersebut kita menemukan hakikat hikmah sebagai ilmu syara' yang bersumber dari Alquran yang direfleksikan dalam perbuatan sebagai wujud rasa khosyyah/takut kepada Alloh. sehingga dari kesimpulan tersebut Imam Showi dalam tafsirnya lebih memilih menafsirkan hikmah sebagai ilmu dan amal atau dalam kata lain ilmu yang bermanfa'at "Ilminnafi" (Nashoihul 'Ibad, Hal 4, Tafsir Showi QS. 02:02)
- Dari uraian diatas kita memahami bahwa dalam pandangan Syara' (Alloh dan Rasulnya Red-) yang dimaksud dengan AHLI HIkMAH ialah orang yang mengetahui ilmu syara' dan mengamalkan ilmunya atau dalam istilah yang lebih umum disebut orang yang shaleh, sholeh lahir dan bathinnya. diluar Syara' tidak memberi keleluasaan kepada siapapun untuk diberi predikat AHLI HIKMAH bila ia tidak memiliki kriteria yang telah disebutkan.
- Adapun hubungannya dengan khowariqun lil 'adat atau hal-hal yang bersifat luar biasa [ma'unah atau karomah] maka dalam pandangan syara' maupun aqal tidak ada keniscayaan antara hikmah dengan khowariqul lil'adat. dalam kata lain, hal tersebut bersifat mumkin-mumkin saja, seorang ahli hikmah tidak harus mempunyai khowariqul lil'adat, sebaliknya khowariqul lil'ada tidak mesti timbul dari seorang Ahli hikmah, dalam ilmu mantiq disebut nisbat Umum Khusus Min Wajhin.
- B. Penegrtian Dukun
- Dari penjelesan-penjelasan para ulama didapati pengertian pratek dukun sebagai : pengakuan seseorang bahwa ia mengetahui akan hal-hal yang ghoib yang didapat dari lauhil mahfudz yang diterima melalui perantar jin (Fathul MAjid, Hal 607). namun dalam hal ini pengertian dukun lebih cendrung kepada hal-hal yang bersifat supranatural atau luar biasa, yang sumbernya kontra dengan kaidah-kaidah Syara'. seperti halnya meramal, mengobati, dengan menggunakan sihir dan lain-lain.
- C. HUKUM DUKUN DAN AHLI HIKMAH
- dari uraian diatas sesungguhnya sudah dapat diketahui perbedaan antara dua hukum yang berlawanan, dukun dengan praktek perdukunannya yang sudah dipastikan merupakan hal yang diharamkan, berikut mendatangi dan meminta pertolongan kepadanya adalah diharamkan,, sebagaimna dijelaskan dalam Nash Hadits maupun Alquran (Shohih Bukhori-Muslim).
- Sedangkan mengenai Ahli Hikmah, pada dasarnya apabila ahli hikmah dimaknai secara standar hukum syara' tentunya merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang untuk mengusahakan dirinya menjadi seorang ahli himah (Ibnu Katsir, Juz 1 QS: 02:269, Syarah Tailimul Muta'alim, Hal 19), karena sebagaimana diketahui himah merupakan kata lain dari ilmu dan amal (ilminnafi'), namun demikian yang sering jadi permasalahan ialah seseorang yang sengaja mendatangi orang yang dianggap sebagai AHLI HIKMAH dengan maksud meminta bantuan, do'a, dan sebagainya dengan motif dan tujuan masing-masing.
- Dalam pandangan hukum syara', sesungguhnya tidak ada larangan untuk meminta do'a kepada siapapun selama apa yang dilakukannya sesuai dengan ketentuan syara', atau meminta petunjuk selama jlan yang ditempuhnya sesuai dengan kaidah-kaidah syara'. dalam hal ini, kaitannya dengan mengharap khowariq dari orang yang dianggap ahli hikmah haruslah ditinjau dari beberapa aspek yang telah menjadi standar syara'.
- Pertama, harus dilihat dari segi Fa'ilnya atau subjeknya/ pelakunya, apakah ia sesuai dengan kriteria ahli hikmah atau mukimin sholeh sebagaimana telah disebutkna diatas atau tidak. hal tersebut tentunya dapat diteliti dari aktivitas kesehariannya secara dzohirnya.
- Kedua, ditinjau dari Fi'ilnya atau metode prakteknya, apakah sesuai dengan manhaj yang telah ditetapkan syara', seperti contoh dengan mambaca do'a-do'a ma'tsuroh atau bacan-bacan alquran, ataupun malah sebaliknya menggunakan cara-cara yang tidak dianjurkan syara'. seperti jampi-jampi yang tidak berlandaskan syara' atau sihir.
- Ketiga, harus dilihat dari segi tujuannya, dalam hal ini maksud dan tujuan orang yeng meminta bantuan kepada ahli himah tersebut. apakah niat dan tujuannya baik dan dibenarkan oleh hukum syara' atau sebaliknya.
- Apabila tiga aspek tersebut sudah tercapai atau terpenuhi sesuai dengan ketentuan syara' maka sebagai kelanjutannya, apabila khowariqul lil 'adat yang diharapkan terwujud, hal tersebut bisa dipastikan halal dan diperbolehkan mendapatkannya, dalam istilahnya disebut ma'unah. sebaliknya apabila ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi maka niscaya hal tersebut merupakan hal yang dilarang syara' terlepas dari hasil dan tidaknya tujuan (Khowariqul li 'adat) yang diharapkan.
- CATATAN
- sebagai catatan, sungguh ironis apabila ada orang yang entah dengan dasar apa menyatakan dirinya sebagai ahli hikmah, apalagi secara terang-terangan membuka praktek yang disebutkannya MENHIKMAH, sesungguhnya ia telah berdusta, berdusta kepada orang lain dan kepada dirinya sendiri. dan kita dilarang untuk mendatanginya dengan tujuan meminta bantuan kepadanya. Dengan pengakuannya tersebut secara otomatis ia telah keluar dari predikat ahli hikmah. KArena sebagimana telah diketahui, seorang ahli hikmah adalah orang yang soleh lahir maupun bathin, terbebas dari sikap atau penyakit ujub, ria, takabbur, sum'ah (ingin didengar) dan sifat tercela lainnya.
Komentar
Posting Komentar